Naskah sering ditolak saat mau publikasi ? Ini dia tips dari reviewer jurnal internasional Scopus Q1 di bidang Sains Kesehatan
Sudah lelah revisian manuskrip gara-gara ditolak jurnal? Capek gonta-ganti format naskah karena harus berpindah-pindah jurnal? Frustasi karena nggak tahu sebab yang jelas mengapa naskah ditolak terus? Patah hati? Rendah diri? Iya, pasti dirasakan. Penolakan itu menyakitkan.
Penolakan berulang adalah hal yang pasti dialami oleh peneliti muda dan mahasiswa pascasarjana saat ingin mempublikasikan hasil jerih payahnya bertahun-tahun. Penolakan semakin tinggi kalau jurnal yang ditarget berada pada kwartil 1 dan 2 (Scopus Q1 dan Q2) di mana memang tingkat seleksi semakin ketat yang selaras dengan prestis yang didapat kalau naskah kita berhasil diterima.
Tak jarang, di balik penolakan ini kita dibiarkan bingung: “Salahku di mana? Yang bikin naskahku ini kurang layak tuh apanya?”
Nah, mungkin Anda tidak memperhatikan hal-hal sederhana namun sangat fundamental. Yok simak tips dari reviewer jurnal internasional Scopus Q1 berikut ini:
Tampilkan originalitas naskah dengan jelas!
Sekedar berbeda bukan berarti original. Originalitas, atau kebaruan, yang bernilai adalah yang mampu menjawab kebutuhan pertanyaan penelitian dan/atau pertanyaan klinis yang sedang dihadapi sekarang atau di masa yang akan datang. Karena tidak semua pertanyaan penelitian itu penting dan tidak semuanya menarik minat pembaca. Agar mudah dikenali dan menarik minat, originalitas harus ditampilkan di beberapa lokasi dalam naskah: di judul, kesimpulan abstrak, di paragraf pertama pembahasan (discussion), dan di kesimpulan akhir (conclusion). Jangan lupa juga tekankan hipotesa yang ingin diuji di paragraf akhir pendahuan (introduction) dan pastikan sudah sinkron dengan conclusion.
Keringkasan dan kelugasan
Mayorita jurnal membatasi jumlah kata dan menjadi sarat wajib bagi penulis patuh dengan aturan ini (nggak patuh, maka mudah ditolak mentah-mentah). Persingkatlah bagian introduction semaksimal mungkin tanpa mengurangi keselarasan alur ide yang mengarah ke hipotesa. Pada bagian result, sampaikan temuan-temuan penting saja yang harus menjadi perhatian dan jangan masukkan pendapat/interpretasi apapun. Pada bagian discussion, batasi interpretasi dan pembahasan dengan mengutip artikel-artikel yang fundamental saja (artikel dengan temuan yang betolak belakang atau artikel-artikel serupa yang sudah populer atau author-nya yang populer) dan yang terbaru mungkin.
Figures and tables bukan sekedar penghias
Temuan yang disajikan dalam figures and tables harus disebut semua di dalam teks naskah dan pastikan setiap figures and tables tersebut saling melengkapi dan mendukung argument/pendapat yang mengarah pada conclusion naskah. Lengkapi figures dengan markah dan legend yang cukup, karena tidak semua pembaca dapat memahami interpretasi temuan Anda.
Jangan overclaim atau overstate
Tarik kesimpulan hanya berdasarkan hasil yang dapat Anda tunjukkan. Jika ingin menghubungkan hasil temuan dengan potensi penerapannya dalam dunia nyata, maka harus diberikan contoh pengaplikasian yang “paling realistis”. Jika hanya sebatas asumsi, maka tidak boleh dijadikan landasan dalam menarik kesimpulan, sebaiknya hanya dijadikan saran untuk penelitian lain di masa mendatang.
Ikuti CONSORT, STROBE, PRISMA, dkk
Patuhi standar pelaporan hasil penelitian sesuai konsensus internasional. Pastikan semua informasi mengenai riset Anda telah tertuang di dalam naskah. Sudah banyak tersedia lembar check-list seperti CONSORT check-list untuk pelaporan randomized controlled trial, STROBE untuk riset observasional, PRISMA untuk pelaporan systematic review, dsb. Pelaporan informasi yang tidak lengkap/mencukupi akan membuat naskah ditolak tanpa revisi.
Proof-read naskah sebelum di-submit!
Sebagai non-native English speakers, kita sebagai orang Indonesia pasti akan menemukan kesulitan dalam menuangkan kalimat yang efektif dalam bentuk tulisan, terlebih untuk tujuan akademis yang memerlukan istilah/jargon khusus. Oleh karena itu, penting agar naskah harus melalui setidaknya 3 tahap alih bahasa sebelum siap di-submit. Yang pertama adalah alih bahasa oleh ekspert. Ekspert memastikan bahwa kata-kata dan kalimat yang terjemahkan tidak kehilangan makna karena bahasa akademik sangat sensitif dan spesifik. Tahap kedua adalah proof-read oleh English Native Speaker untuk memastikan tatanan bahasa (grammar) yang digunakan tepat dan efektif (tidak bertele-tele). Yang terakhir adalah revisi, setelah menerima masukan dari ekspert dan di-proof-read.
Cover Letter matters!
Hal sederhana yang (kemungkinan) banyak diabaikan oleh peneliti muda Indonesia: malas menyusun surat. Cover letter itu analonginya seperti “surat permohonan/lamaran”.
Susun kata-kata yang sopan dan sampaikan dua hal: masalah (hipotesa) yang ingin dibuktikan dalam penelitian dan satu atau dua hasil temuan penting (kesimpulan). Kemudian tujukan surat permohonan tersebut kepada Editor-in-Chief jurnal yang akan Anda tuju. Bagaimana kita bisa tahu siapa Editor-in-Chief-nya? Ya tinggal cek di situs jurnal tersebut di bagian Editorial Boards.
Selain hal di atas, masih banyak hal teknis lain yang patut penjadi perhatian agar naskah publikasi kita mudah diterima oleh jurnal bereputasi internasional. Tentu hal ini bisa bikin sakit kepala, karena proses riset itu sendiri sudah panjang dan memakan banyak energi. Belum lagi dengan formatting jurnal yang berbeda-beda. Untuk mempermudah proses ini, kebanyakan peneliti menyerahkan semua tugas “finishing” ini kepada jasa penerjemah professional.
Namun jasa penerjemah professional yang ada umumnya tidak melibatkan ekspert untuk publikasi di jurnal yang linier dengan bidang kesehatan. Menjawab hal tersebut, maka kini telah tersedia jasa yang membantu rekan-rekan kesehatan mempersiapkan sekaligus mendorong publikasi menembus ke jurnal kesehatan internasional bereputasi. Informasi lebih lengkap, Anda dapat mengunjungi link berikut, klik di sini.
More From Author
Informasi